Sabtu, 27 Maret 2021

Rontokan Bulu Kucing, Najiskah?

Dalam fiqih dijelaskan bahwa bagian tubuh yang terpotong dari hewan yang masih hidup, maka status suci dan najisnya persis seperti bangkai dari hewan tersebut. Dalam arti, ketika bangkai dari hewan tersebut dihukumi suci, maka potongan tubuh tersebut dihukumi suci, misalnya potongan tubuh dari ikan dan belalang. Sebaliknya, jika potongan tubuh berasal dari hewan yang bangkainya dihukumi najis, maka potongan tubuh dari hewan tersebut dihukumi najis, seperti pada hewan selain ikan dan belalang. Ketentuan hukum demikian berdasarkan salah satu hadits :  

 مَا قُطِعَ مِنْ حَيٍّ فَهُوَ مَيِّتٌ  

 “Sesuatu yang terpisah dari hewan yang hidup, maka statusnya seperti halnya dalam keadaan (menjadi) bangkai” (HR Hakim).   

Namun ketentuan hukum di atas, dikecualikan ketika bagian tubuh yang terpotong adalah rambut atau bulu dari hewan. Status rambut atau bulu yang terputus dari bagian hewan tidak langsung dihukumi sama seperti bangkai dari hewan tersebut, tapi terdapat perincian: jika bulu yang rontok berasal dari hewan yang halal untuk dimakan maka dihukumi suci. Seperti bulu yang rontok dari ayam, kambing, sapi, dan hewan-hewan lain yang dagingnya halal dikonsumsi. Sedangkan jika bulu yang rontok berasal dari hewan-hewan yang tidak halal dimakan dagingnya maka bulu tersebut dihukumi najis. Seperti bulu yang rontok pada hewan tikus, anjing, keledai, atau hewan-hewan lain yang dagingnya haram dimakan.   Lalu bagaimana dengan bulu kucing yang rontok? Bukankah kucing merupakan salah satu hewan yang haram untuk dimakan?  Dalam hal ini, para ulama tetap mengkategorikan bulu yang rontok dari kucing  sebagai benda yang najis. Meski demikian, najis tersebut dihukumi ma’fu (ditoleransi, dimaafkan) ketika dalam jumlah sedikit. Ditoleransi pula dalam jumlah banyak, khusus bagi orang-orang yang sering berinteraksi dengan kucing dan sulit menghindari rontokan buli kucing, misal bagi dokter hewan dan petugas salon kucing yang kesehariannya selalu berinteraksi dengan kucing. Ketentuan hukum ini seperti yang teringkas dalam kitab Hasyiyah al-Baijuri ala Ibni Qasim al-Ghazi :    

(وما قطع من) حيوان (حي فهو ميت الا الشعر) اى المقطوع من حيوان مأكول وفى بعض النسخ الا الشعور المنتفع بها فى المفارش والملابس وغيرها (قوله المقطوع من حيوان مأكول) اى كالمعز مالم يكن على قطعة لحم تقصد او على عضو ابين من حيوان مأكول والا فهو نجس تبعا لذلك وخرج بالمأكول غيره كالحمار والهرة فشعره نجس لكن يعفى عن قليله بل وعن كثيره فى حق من ابتلى به كالقصاصين  

 “Sesuatu yang terputus dari hewan yang hidup, maka dihukumi sebagai bangkai, kecuali rambut yang terputus dari hewan yang halal dimakan. Dalam sebagian kitab lainnya tertulis ‘kecuali rambut yang diolah menjadi permadani, pakaian, dan lainnya.’   Rambut yang terputus dari hewan yang halal dimakan ini seperti bulu pada kambing. Kesucian rambut ini selama tidak berada pada potongan daging yang sengaja dipotong, atau berada pada anggota tubuh yang terpotong dari hewan yang halal dimakan. Jika rambut berada dalam dua keadaan tersebut maka dihukumi najis, sebab mengikut pada status anggota tubuh yang terpotong itu. Dikecualikan dengan redaksi ‘hewan yang halal dimakan’ yakni rambut atau bulu hewan yang tidak halal dimakan, seperti keledai dan kucing. Maka bulu dari hewan tersebut dihukumi najis. Namun najis ini dihukumi ma’fu ketika dalam jumlah sedikit, bahkan dalam jumlah banyak bagi orang yang sering dibuat kesulitan dengan bulu tersebut, seperti bagi para tukang pemotong bulu” (Syekh Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyah al-Baijuri ala Ibni Qasim al-Ghazi, juz 2, hal. 290).    

Salah satu hal yang ditimbulkan dari status najis ma’fu pada bulu yang rontok dari kucing adalah ketika bulu kucing ini mengenai air yang kurang dari dua kullah, maka air tersebut tidak dihukumi najis dan tetap dapat dibuat untuk bersuci. Hal ini seperti dijelaskan dalam kitab Fath al-Wahab :  

(و لا بملاقاة نجس لا يدركه طرف) أي بصر لقلته كنقطة بول (و) لا بملاقاة (نحو ذلك) كقليل من شعر نجس  

 “Air tidak najis sebab bertemu dengan najis yang tidak dapat dijangkau oleh mata, karena sangat kecilnya najis tersebut, seperti setetes urin. Dan juga dengan bertemu najis yang lain, seperti terkena bulu najis yang sedikit” (Syekh Zakariya al-Anshari, Fath al-Wahab, juz 1, hal. 28)   Sedangkan hal yang menjadi tolak ukur dalam membatasi sedikit banyaknya jumlah bulu yang rontok dari kucing adalah ‘urf (penilaian masyarakat secara umum). Jika orang-orang menyebut bulu kucing yang telah rontok dianggap masih sedikit, seperti dua atau tiga bulu, maka dihukumi najis tersebut ma’fu. Sedangkan ketika mereka menganggap bulu yang rontok banyak, maka dihukumi najis yang tidak dima’fu, kecuali bagi orang-orang yang sulit menghindarinya.   Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rontokan bulu kucing merupakan najis yang ditoleransi (ma’fu) selama masih dalam jumlah yang sedikit, dan najis yang tidak ditoleransi ketika dalam jumlah banyak, kecuali bagi orang yang sering dibuat kesulitan dengan banyaknya bulu rontok yang bertebaran di sekitarnya.   Oleh sebab itu, memelihara kucing memang diperbolehkan. Namun sebaiknya kita tidak teledor dalam menjaga kesucian pakaian dan tubuh kita karena banyaknya bulu kucing yang rontok dan mengenai pakaian dan tubuh kita. Hal ini dimaksudkan agar segala ibadah yang kita lakukan benar-benar terhindar dari perkara-perkara najis yang disebabkan oleh keteledoran diri kita sendiri. Wallahu a’lam.     

Jumat, 26 Maret 2021

"Jika Tak Ada Yang Berubah Maka Takkan Ada Perubahan"

 


Filosofi paling sakral dari seekor kupu-kupu adalah perubahan yang dikenal dengan sebutan metamorfosis. Berawal dari seekor ulat kemudian menjadikan dirinya berada dalam kesunyian (kepompong), hingga akhirnya menjadi kupu-kupu. Tahapan-tahapan ini harus dilalui tanpa satupun yang dilewati. Ulat tidak akan menjadi kupu-kupu tanpa menjadi kepompong terlebih dahulu.

Untuk berubah menjadi kupu-kupu indah dengan sayap yang kuat dibutuhkan perjuangan yang tidaklah mudah. Karena perjuangan adalah sesuatu yang kita perlukan dalam hidup kita. Jika Allah SWT membiarkan kita hidup tanpa hambatan perjuangan, itu mungkin justru akan melumpuhkan kita. kita mungkin tidak sekuat yang semestinya yang dibutuhkan untuk menopang cita-cita dan harapan yang kita mintakan.

Beranilah untuk berubah, bulatkan tekad untuk berjuang, jangan mengharapkan jalan pintas, karena kepintasan dan ketergesa-gesaan hanya akan membuat kita menjadi manusia-manusia prematur.

Dalam hidup pun kita harusnya mampu meniru ketenangan sang kepompong. Meski lingkungan yang kita tempati kadang keras dan kejam, namun jika kita tetap fokus pada tujuan dan berpegang teguh pada prinsip hidup kita, maka pada akhirnya kita akan keluar dari lingkungan itu sebagai pribadi yang dihargai dan disukai banyak orang.


Jalanilah setiap fase atau episode kehidupan ini dengan jiwa besar, niatkan untuk berubah dan terus menjadi lebih baik seperti kupu-kupu yang menghiasi alam dan menjadi teladan bagi kita manusia, yakin bahwa selalu ada makna dan keindahan dalam setiap moment hidup yang kita lalui.

Kamis, 25 Maret 2021

Jebakan Online : Antara idealis dan kenyataan

Dengan online, kita bisa melakukan banyak hal secara mudah. Mengajar bisa dari mana saja. Dapat hadir dibeberapa tempat secara bersamaan. Dan tentu saja, semuanya akan menjadi lebih efektif dan efisien. Misalnya untuk kegiatan seminar. Jika tidak ada online biaya yg dikeluarkan menjadi sangat mahal, karena harus menyediakan biaya transportasi dan akomodasi. Pokoe mahal banget. Kalo online, biayanya jadi murah banget. Cukup sediakan honor dan platform online, semuanya sudah bisa dilakukan. 


Terlihat mudah, efisien, dan efektif. Apa emang demikian? Jika ukurannya biaya yg dikeluarkan dan waktu yang harus diluangkan, tentu jawabannya benar saja. Tetapi apakah demikian? Jawabannya Yo embuh. Tapi satu yg pasti, dunia online telah menyebabkan munculnya generasi statis. Tidak bergerak, karena semuanya selesai hanya dengan duduk di kursi, menatap layar monitor, dan menggerakkan jemari (mouse). 


Hal lain yang pasti terjadi adalah pengalaman semu. Kita berselancar secara pengetahuan keberbagai belahan dunia, melihat berbagai fenomena, dan memetik berbagai pengetahuan. Tetapi yang didapatkan sebenarnya pengalaman semua belaka, tidak riil. Karena bagaimanpun juga apa yang terekam ujung kamera  adalah bagian parsial dari objek yang mungkin saja sudah mengalami "penyesuaian". artinya bukan yang sebenarnya. Contoh kecilnya, Virtual background pada zoom. 


Selain itu, dengan online ternyata pekerjaan tidak semakin mudah. Banyak pekerjaan yang dilakukan pada saat bersamaan karena asumsinya tidak perlu lagi melakukan "moving" fisik. Saya kadang harus menghidupkan PC, laptop, dan HP agar bisa mengikuti kegiatan secara bersama-sama. Duh beratnya. Selain itu, juga semakin tidak mengenal waktu. Di malam hari pun kita masih harus "bekerja" dengan media datar. 


Semoga selalu sehat dan tetap waras.

BERHUTANG YANG BISA MENYEBABKAN KEBANGKRUTAN


Firman Allah :  


وَلَا تَاۡكُلُوۡٓا اَمۡوَالَـكُمۡ بَيۡنَكُمۡ بِالۡبَاطِلِ وَتُدۡلُوۡا بِهَآ اِلَى الۡحُـکَّامِ لِتَاۡکُلُوۡا فَرِيۡقًا مِّنۡ اَمۡوَالِ النَّاسِ بِالۡاِثۡمِ وَاَنۡـتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ

Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui. (QS.Al Baqarah : 188)


Keterangan.

Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil seperti dengan cara korupsi, menipu, ataupun merampok, dan jangan pula kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim untuk bisa melegalkan perbuatan jahat kamu dengan maksud agar kamu dapat memakan, menggunakan, memiliki, dan menguasai sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa karena melanggar ketentuan Allah, padahal kamu mengetahui bahwa perbuatan itu diharamkan Allah.

Pada bagian pertama dari ayat ini Allah melarang makan harta orang lain dengan jalan bathil. "Makan" ialah "mempergunakan atau memanfaatkan", sebagaimana biasa dipergunakan dalam bahasa Arab dan bahasa lainnya. Batil ialah cara yang dilakukan tidak menurut hukum yang telah ditentukan Allah

  والله المستعان وعليه التكلان


Selasa, 23 Maret 2021

Bolehkah Mengonsumsi Ikan Beserta Kotorannya?....








Ikan adalah salah satu menu makanan yang banyak disajikan di beberapa rumah makan. Rasanya yang lezat dan segar membuat jenis binatang laut ini digandrungi pecinta kuliner. Ikan yang dikonsumsi beraneka ragam. Ada yang berukuran besar seperti kakap dan gurame. Ada juga yang tergolong kecil seperti ikan teri. Terkadang ikan yang sudah siap santap masih ditemukan kotorannya bisa jadi karena kurang bersih saat mengolahnya atau sulit dibersihkan. Alhasil, kotorannya ikut termakan, terlebih ikan yang berukuran kecil. Pertanyaannya kemudian, bagaimana hukum mengonsumsi ikan beserta kotorannya yang ikut termakan?...... 

Ikan adalah jenis binatang halal, bahkan bangkainya. Rasulullah SAW bersabda tentang laut.

هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ

Artinya,  “Laut adala suci menyucikan airnya. Halal bangkai binatangnya,” (HR Abu Daud dan At-Tirmidzi dan disahihkan olehnya). Meski bangkai ikan dihukumi suci dan halal, menurut pendapat yang kuat dalam madzhab Syafi’i, kotorannya tetap dihukumi najis. Berkaitan dengan hukum mengonsumsi ikan yang ikut tertelan kotorannya, ulama berbeda pendapat. Menurut pendapat yang dikutip Imam Al-Qamuli dalam kitab Al-Jawahir dari pendapat kalangan Syafi’i tidak diperbolehkan baik ikan besar maupun kecil. Menurut Imam An-Nawawi dan Ar-Rafi’I, diperbolehkan untuk jenis ikan kecil, sebab sulitnya membersihkan kotoran di dalamnya. Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Mu’in menegaskan. 

 وَنَقَلَ فِي الْجَوَاهِرِ عَنِ الْأَصْحَابِ لَا يَجُوْزُ أَكْلُ سَمَكٍ مُلِحَ وَلَمْ يُنْزَعْ مَا فِيْ جَوْفِهِ أَيْ مِنَ الْمُسْتَقْذَرَاتِ  وَظَاهِرُهُ لَا فَرْقَ بَيْنَ كَبِيْرِهِ وَصَغِيْرِهِ  لَكِنْ ذَكَرَ الشَّيْخَانِ جَوَازَ أَكْلِ الصَّغِيْرِ مَعَ مَا فِيْ جَوْفِهِ لِعُسْرِ تَنْقِيَّةِ مَا فِيْهِ

Artinya, “Al-Qamuli dalam kitab Al-Jawahir mengutip dari kalangan Syafi’i bahwa tidak diperbolehkan mengonsumsi ikan asin yang tidak dibersihkan kotoran-kotoran di dalamnya. Zhahir dari kutipan Al-Qamuli ini tidak membedakan antara ikan besar dan kecil. Tetapi dua guru besar madzhab Syafi’i (Al-Nawawi dan Ar-Rafi’i) menyebutkan, diperbolehkan mengonsumsi ikan kecil beserta kotoran di dalam perutnya, sebab sulitnya membersihkan kotoran tersebut.” 

Bahkan menurut Imam Ar-Ramli, kebolehan mengonsumsi ikan beserta kotorannya juga berlaku untuk ikan yang besar. Syekh Ahmad bin Umar As-Syathiri dalam Syarah Bughyatul Mustarsyidin juz 1, halalaman 337 menegaskan.


 وَقَدِ اتَّفَقَ ابْنَا حَجَرٍ وَزِيَادٍ وَ م ر وَغَيْرُهُمْ عَلَى طَهَارَةِ مَا فِيْ جَوْفِ السَّمَكِ الصَّغِيْرِ مِنَ الدَّمِ وَالرَّوْثِ وَجَوَازِ أَكْلِهِ مَعَهُ وَأَنَّهُ لَا يَنْجُسُ بِهِ الدُّهْنُ بَلْ جَرَى عَلَيْهِ م ر الْكَبِيْرَ أَيْضاً (قوله في الكبير أيضا) وَاعْتَمَدَ ابْنُ حَجَرٍ وَابْنُ زِيَادٍ عَدَمَ الْعَفْوِ عَمَّا فِيْ جَوْفِهِ مِنَ الرَّوْثِ لِعَدَمِ الْمَشَقَّةِ فِي إِخْرَاجِهِ إِذَا كَانَ كَبِيْراً. 


Artinya, “Ibnu Hajar, Ibnu Ziyad dan Ar-Ramli sepakat sucinya (dalam arti ma’fu) darah dan kotoran ikan kecil dan diperbolehkan mengonsumsi ikan tersebut beserta darah dan kotorannya serta tidak dapat menajiskan minyak. Bahkan Ar-Ramli memberlakukan hukum tersebut untuk ikan besar juga. Sementara Ibnu hajar dan Ibnu Ziyad tidak menghukumi ma’fu kotoran ikan besar, sebab tidak ada masyaqqah (keberatan) dalam membersihkannya”. Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa mengonsumsi ikan beserta kotorannya diperbolehkan menurut sebagian ulama. Tetapi bila masih memungkinkan membersihkan kotoran ikan saat mengolahnya (Jawa : Mincati), maka hal tersebut lebih baik. Sebab keluar dari perbedaan ulama hukumnya sunah, terlebih menjaga kebersihan makanan juga merupakan perkara yang dianjurkan agama. Wallahu a‘lam.

Jumat, 19 Maret 2021

FADILAH WULAN SYA'BAN

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ


اَلْحَمْدُ للهِ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى أَمَرَ عِبَادَهُ باِلطَّاعَاتِ وَالْعِبَادَاتِ* وَزَجَرَهُمْ عَنِ السَّيِّئَاتِ وَالْمَنْهِيَّاتِ * أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى وَأَشْكُرُهُ عَلَى مَوَاهِبِهِ الْعِظَامِ وَالْخَيْرَاتِ* أَشِهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ رَبُّ الْأَرَاضِيْنَ وَالسَّمَاوَاتِ* وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُؤَيَّدُ بِأَفْضَلِ الْاَيَاتِ وَالْمُعْجِزَاتِ * اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْمَخْلُوقَاتِ * صَلَاةً تُنْجِيْنَابِهَا مِنْ جَمِيْعِ الْأَهْوَالِ وَالْأَفَاتِ * وَعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ مَا تَعَاقَبَتِ الْأَوْقَاتِ وَالسَّاعَاتِ * أَمَّا بَعْدُ فَيَاعِبَادَ اللهِ أَوْصِيْكُمْ وَإيَايَ بِتَقْوَى اللهِ وَافْعَلُوْا الْخَيْرَاتِ وَاجْتَنِبُوْا عَنِ السَّيِّئَاتِ * وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمُعِ وَالْجَمَاعَاتِ* وَقَدْ قاَلَ اللهُ تَعَالَى فِى كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ : أَعُوْذُ باِللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ : قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ، الَّذِيْنَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُوْنَ *


*Para sederek Kaum Muslimin ingkang minulya,*


         Mangga tansah samiya netepi taqwa lan ta’at dateng ngarsa Dalem Allah, kanti nindakaken dawuh lan printahipun, saha nilar lan nebihi sedaya awisanipun, ing pangajab mugi kita tansah kaparingan kabekjan gesang ing ngalam dunya punika, ngantos dumugi ing ngalam akhirat. Amiin.

          

*Para sederek Kaum Muslimin ingkang Minulya,*


         Wekdal punika kita sampun lumebet wonten ing wulan Sya’ban, kita mestani wulan Ruwah, kalebet wulan mulya menggah kita ummat Islam. Pramila kita samiya mulyakaken lan ngegungaken wulan punika kanti nambahi ta’at kita dateng Allah saha nilar lampah ma’shiyat. Nderek dawuh dalem Kanjeng Nabi Muhammad Sallahu ‘alaihi wassalam:


مَنْ عَظَمَ شَعْبَاَنَ وَاتَّقَى اللهَ تَعَالَى وَعَمِلَ بِطَاعَتِهِ وَأَمْسَكَ عَنِ الْمَعْصِيَّةِ غَفَرَاللهُ تَعَلَى ذُنُوْبَهُ وَأَمَنَهُ مِنْ كُلِّ مَا يَكُوْنُ فِى تِلْكَ السَّنَةِ مِنَ الْبَلَايَا وَالْأَمْرَاضِ كُلِّهَا


_*"Sapa wonge mulyaake wulan Sya’ban kelawan taqwa marang Allah, lan nindakake ta’at marang Allah, lan uga nyegah saka penggawe ma’shiyat, mangka Gusti Allah bakal ngapura kabeh dosane, lan Allah bakal nylametake wong mau ing sak jerone tahun kuwi sangka sekabehane panca baya lan sekabehane penyakit”.*_


Pramila ing mangsa punika kita ingkang tasih sanget prihatos awit mushibah ingkang dereng nilaraken dateng kita, Kanti nindakaken amal ibadah ingkang saget nyekataken kita dateng Allah, saha nilaraken pendamel duraka lan ma’shiyat amrih wilujeng saking bendunipun Pangeran Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jumbuh ugi kaliyan dawuhipun Allah wonten ing Al Qur’an:


مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيْنَهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَا نُوْا يَعْمَلُوْنَ


_*“Sing sapa wonge nindakake amal kebecikan, lanang utawa wadon ing mangka deweke iman, mangka Ingsun bakal maringi marang deweke panguripan kang becik, lan Ingsun bakal paring piwales marang deweke kelawan kang luwih becik katimbang kang ditindakake”*_ (QS. An Nahl: 97).


*Para sederek kaum Muslimin ingkang minulya,*


         Mulyakaken wulan Sya’ban punika mboten wonten ingkang langkung sae ngungkuli amal shaleh, langkung langkung ibadah shalat fardlu kita, samiya dipun gatosaken ampun ngantos dipun lirwaaken. Jalaran kamulyanipun wulan punika sambet kaliyan kwajiban shalat fardlu. Kanti tansah migatosaken dateng tata cara, syarat rukun lan purun ngopeni dateng sunnahipun langkung langkung wekdalipun. Menawi shalat sampun jejeg, Allah tentu bade nuhoni paring piwales saha ngicalaken raos ajrih lan kuwatos ingkang tansah ngebaki manahipun tiyang ing mangsa punika. Kados dawuhipun :


إِنَّ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا وَعَمِلُوْا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوْا الصَّلَاةَ وَاَتُوْ الزَّ كَاَةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَاخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ


_*“Sejatine wong kang pada iman lan pada ngamal shalih, lan pada njejegake shalat, lan pada aweh zakat, tumrap wong wong mau ganjaran ing ngarsane Pangerane, lan ora ana rasa kuwatir tumrap wong wong mau, lan uga wong wong mau ora bakal pada susah”.*_


Mugi mugi Allah maringana pitedah lan pitulung dateng kita sedaya, Amin.


باَرَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْاَنِ الْكَرِيْمِ * وَنَفَعَنِي وَإِيَاكُمْ باِلْاَيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ * إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمِ  * وَقَلَ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ  وَأِنْتَ خَيْرُ الرَّحِمِيْنَ

Rabu, 10 Maret 2021

ISRA' MI'RAJ NABI MUHAMMAD SAW


Di tengah perjalanan menuju Masjid Baitul Maqdis (yang kemudian kita kenal dengan peristiwa isra’), Nabi Muhammad SAW yang saat itu sedang mengendarai Bouraq beserta Malaikat Jibril dan Mikail berhenti di suatu tempat yang dipenuhi pohon kurma (dzatu nakhlah). Setelah Bouraq berhenti dengan sempurna, Malaikat Jibril berkata kepada Nabi: “Wahai Muhammad, turunlah di sini dan sholatlah”. Setelah Nabi Muhammad SAW selesai mengerjakan sholat, kemudian Jibril berkata: “Tahukah Kamu (Muhammad) di mana Kamu mengerjakan sholat?”, “Tidak”, jawab Nabi. Lalu  Jibril berkata: “Kamu melaksanakan sholat di atas tanah yang bernama Thoybah (Nama lain dari kota Madinah) dan di sini nanti Kamu akan berhijrah”.


*Tanah Madyan*

Sesaat kemudian rombongan yang terdiri dari Nabi Muhammad SAW, Malaikat Jibril dan Mikail berangkat kembali. Dengan secepat kilat, sang Bouraq melangkahkan kakinya sejauh pandangan matanya. Tidak berselang lama, tiba-tiba Malaikat Jibril berseru: “berhentilah (wahai Bouraq), dan turunlah Kamu (Muhammad). Kerjakan sholat di tempat ini!”. Setelah Nabi Muhammad SAW selesai mengerjakan sholat dan kembali ke atas punggung Bouroq, Malaikat Jibril memberitahukan bahwa Nabi Muhammad SAW telah sholat di atas tanah Madyan, tepat di sisi pohon dimana dahulu Musa pernah bernaung di bawahnya dan beristirahat ketika dikejar-kejar oleh tentara Fira’un.


*Lembah Thursina’*

Dalam perjalanan selanjutnya, Nabi Muhammad SAW kemudian turun di lembah Thursina’, sebuah lembah yang berada di tanah Syam, tempat (dahulu) Nabi Musa ‘Alaihissalam pernah berbicara langsung dengan Allah SWT (kaliimullah). Nabi Muhammad SAW sholat di tempat itu pula.


*Betlehem (Baitul Maqdis)*

Ketika rombongan sampai di suatu daerah yang tampak di sana istana-istana Syam, Nabi Muhammad SAW diperintahkan turun (oleh Malaikat Jibril) dan mengerjakan sholat pula di sana. Kemudian Jibril memberitahukan kepada Nabi dengan berkata: “Kamu telah sholat di Bait Lahm (Betlehem, Baitul Maqdis), tempat dilahirkannya Nabi Isa bin Maryam”.


Turunnya Habibana Muhammad SAW (dari punggung Bouraq) di “beberapa tempat terberkati” dan disuruh oleh Malaikat Jibril mengerjakan sholat di atasnya menunjukkan beberapa hal :


Adanya hubungan (sejarah) yang sangat erat antara tanah tersebut dengan agama Islam dan para Nabinya.

Begitu terangnya barokah tanah tersebut pada zaman panji dan peradaban Islam berkembang

Agama Islam adalah risalah (ajaran yang dibawa para Rasul) yang sangat memelihara risalah kenabian sebelumnya dan (Nabi Muhammad SAW) akan mengakhirinya pula.

Sebuah ajaran untuk merawat semua peninggalan agama yang terhubung dengan beberapa peristiwa besar yang pernah terjadi, kejadian yang dianggap mulia, dan peringatan atas keutamaan yang pernah terjadi sebelumnya.

Ajaran ini didasarkan atas syukur kepada sang Khaliq atas segala nikmat dan anugrah yang telah diberikan, dengan cara menjaga kontinuitas untuk tetap beribadah, berdo’a, berdzikir, serta bertafakkur, sehingga manusia yang hidup setelahnya dapat mengambil manfaat dan kebaikan (atas beberapa tempat yang terberkati).





ISTIJRAD ITU PEMBIARAN ...

Alloh memberikan kelebihan-kelebihan pada ahli maksiat ... Makin maksiat, makin berlimpah segalanya ... Setelah itu Alloh hancurkan, sehancu...